Bisnis

Kamis, 21 Oktober 2010

Bisnis Perkantoran

Direktur Eksekutif Property Research Institutes ((PRI) Jakarta dan Direktur Badan Diklat DPP REI Mungkin tidak banyak yang tahu pengembangan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta pada 1970-1980-an awalnya tidak untuk memenuhi permintaan ruangan bagi perusahaan, tetapi untuk meningkatkan pamor Indonesia di mata dunia bahwa negeri Ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang terus membaik.
Seiring perjalanannya, gedung-gedung perkantoran di Jakarta terus bermunculan. Akan tetapi, kali ini benar-benar karena demand yang tinggi. Kondisi pertumbuhan ekonomi terus membaik, maka pada era 1990-an Jakarta sudah disesaki oleh gedung-gedung pencakar langit yang baru.
Perkembangan bisnis properti, terutama perkantoran, mengalami pasang surut, hal ini karena kondisi ekonomi Indonesia masih belum stabil. Kondisi keemasan bisnis perkantoran sebetulnya terjadi pada 2007 di mana semua pengembangan perkantoran berhasil mendapatkan keuntungan yang tinggi dari sales and leases, okupansinya rata-rata mencapai 90 %-100%.
Memasuki 2010, bisnis perkantoran diprediksi mengalami peningkatan. Kondisi ini didasari oleh semakin membaiknya perekonomian nasional. Juga karena beberapa pasokan perkantoran yang tahun lalu masih belum beroperasi optimal, tahun ini mulai dipasarkan dan diserap pasar.
Optimisme bisnis perkantoran tersebut memang cukup beralasan. Namun, tetap perlu kehati-hatian. Mengingat fakta di lapangan supply ruangan perkantoran di prime area seperti di kawasan CBD Sudirman-Thamrin terjadi sebaliknya. Ada beberapa gedung perkantoran yang mengalami gagal jual. Sehingga okupansinya sangat rendah, akibatnya gedung tersebut mengalami kebangkrutan. Rata-rata gedung tersebut adalah gedung lama.
Kondisi ini tidak hanya terjadi pada pasokan lama, tetapi bisa juga terjadi pada pasokan baru. Jika diperhatikan ada beberapa kondisi eksisting yang tingkat huniannya malah di bawah 50%, padahal proyek tersebut adalah proyek baru yang sudah selesai topping off. Sehingga bisa dipastikan kondisi over supply ini mengakibatkan cash flow pengembang menjadi terganggu dan pada akhirnya akan mengalami kerugian yang signifikan.
Namun jika melihat proyek yang lain seperti Menara Energy, Menara Tavalera, Pacific Place Office, kondisinya malah berbeda jauh sekali, tingkat hunian langsung mencapai 100% setelah launching dan topping off. Sehingga pengembang perkantoran mendapat laba maksimal dari tenant yang menyewa ruangan tersebut.
Kedua kondisi tersebut sebetulnya masih dipengaruhi oleh persaingan dengan perkantoran yang sudah eksisting lama, dari segi lokasi dan fasihtas juga cukup lengkap. Perkantoran eksisting ini dibagi dua ada yang memiliki tenant group yang sudah meneken kontrak dalam beberapa tahun dengan pemilik gedung, ada juga perkantoran lama yang hanya mengandalkan perusahaan lum dan yang kecil untuk menyewa ruangannya.
Dari keduanya sebetulnya okupansinya masih tetap bagus yaitu bisa di atas 70%, karena memang kebutuhan space perkantoran masih tinggi. Namun jangan salah dari kedua karakter tenant perkantoran tersebut, ada salah satunya yang mengalami kebangkrutan alias okupansinya rendah.
Jika ditelisik penyebabnya beragam. Ada yang karena perpindahan tenant besar secara mendadak, ada juga yang memang tidak ada peminat sama sekali sehingga space perkantoran tersebut menjadi kurang optimal. Akibatnya semakin lama akan semakin memunculkan image perkantoran tersebut menjadi kurang baik. Untuk memperbaiki kondisi seperti ini tentunya perlu langkah yang sistematis dan serius dengan cara membenahi dari awal konsep pengembangan dan mengupayakan strategi marketing yang baik, terutama dalam mengakses holding company yang mau menyewa space perkantoran tersebut. Sehingga okupansinya akan cepat merangkak naik.
Pilih momentum Selain itu perlu diperhatikan dalam proyek perkantoran baru. Memilih momentum pada saat launching harus tepat. Karena menyangkut okupansi pada saat pertama kali dioperasikan. Jika pada saat pertama kali dioperasikan perkantoran tersebut kurang ramai, selanjutnya akan mengalami kesulitan untuk meningkatkan tingkat huniannya.
Hal lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah proyek perkantoran harus sudah memiliki list order delivery dari para tenant sebelum launching. Sehingga ada kepastian bahwa tenant tersebut tidak akan lari setelah proyek perkantoran tersebut sudah selesai dibangun.
Semua strategi marketing ha-rus diupayakan untuk mendapat tenant mix yang tetap dan menyewa dalam jangka waktu lama. Untuk space jual, pengembang perkantoran bisa melakukan strategi penjualan dengan menjual space yang dianggap tidak strategis seperti berada di lantai dasar dan menengah. Sementara itu, untuk lantai atas dan penthouse biasanya disewakan karena tenant banyak yang mencari space di lantai paling atas untuk menjaga privasi dan prestise bisnisnya.
Namun, jika kondisi penjualan perkantoran masih belum optimal karena para tenant yang gagal sewa atau karena kurangnya peminat dari perusahaan lain, opsi pemilik gedung ada dua, yaitu menjual/akuisisi gedung dengan harga di bawah standar kepada para holding company yang membutuhkan space besar, atau dengan cara memberikan special rates untuk menarik minat tenant perusahaan-perusahaan baru.
Biasanya cara ini akan berhasil mendongkrak tingkat hunian hingga 50% dan sifatnya hanya sesaat. Karena perusahaan baru biasanya akan mengalami instabilitas dalam usahanya. Sehingga kondisinya tidak mengubah posisi lingkat hunian yang optimal.
Untuk itu agar setiap perkantoran tetap mendapatkan yield yang baik dari para tenant, perlu ada hal-hal yang diperhatikan di antaranya, perencanaan yang matang, fasilitas gedung yang baik, kondisi design/bangunan yang terawat, services kepada tenant juga ditingkatkan.
Dengan demikian akar masalahnya bisa diselesaikan apabila setiap pengembang perkantoran bisa melakukan inovasi dan selalu meringkatan kualitas produknya, serta didukung oleh building management yang paham terkait orientasi pengembang. Sehingga setiap tujuan pengembang perkantoran untuk menciptakan produknya agar unggul dan bersaing akan tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar